BAB I
FASHĀHAH DAN BALĀGHAH
FASHĀHAH
Definisi Fashāhah
a. Fashāhah
Menurut Etimologi (bahasa)
Menurut
etimologi fashāhah berarti jelas, terang dan gamblang.
Kata
"أَفْصَحُ " pada ayat di atas berarti "lebih
jelas cara berfikir dan bertutur kata". Makna tersebut juga diungkapkan
Rasulullah dalam sabdanya:
أَنَا أَفْصَحُ مَنْ نَطَقَ بِالضَّادِ
"Saya
orang yang paling fasih (jelas/terang) berbahasa Arab.”
b. Fashāhah
Menurut Terminologi (istilah)
Secara terminologi fashāhah menjadi sifat dari الكلمة, الكلام dan المتكلم, yang akan
diterangkan di bawah ini .
Macam-macam Fashāhah
Fashohah meliputi tiga macam, yaitu:
a. Fashāhah al-Kalimah
Fashāhah al-Kalimah
( فصاحة الكلمة ) yaitu kalimah yang terhindar dari تنافر الحروف , مخالفة القياس , dan غرابة . Adapun :
1). Tanāfur al-Hurūf ( تنافر الحروف )
Yaitu kalimah yang terasa
berat di lidah dan sulit untuk diucapkan.
Hal tersebut kemungkinan disebabkan
hurufnya kalimah tersebut saling berdekatan makhrojnya, Seperti lafaz:الظُّش (tempat yang kasar), الهِعْخَعُ (tanaman yang dimakan onta), الُنقَّاخُ(air jernih dan tawar).
Atau karena kumpulnya
sifat-sifat huruf yang berlawanan, seperti مُسْتَشْزِر (yang
di kepang rambutnya.
2). Mukhālafah al-Qiyās ( مخالفة القياس )
Yaitu kalimah yang
tidak mengikuti kaidah-kaidah ilmu Sharf.
Seperti: الأَجْلَلdi mana bentuknya yang
baku berdasarkan ilmu sharf adalah الأَجَلُّ (di idghomkan). Sebagaimana disebutkan dalam sebuah syair:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الْعَلِيِّ
الأَجْلَلِ #
الوَاحِدِ اْلفَرْدِ اْلقَدِيْمِ اْلأَوَّلِ
"Segala
puji bagi Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung # Yang Esa, Maha Kekal lagi
Maha Permulaan."
Contoh
lain adalah kata بوقات (terompet), di mana
bentuknya yang baku berdasarkan ilmu sharf adalah أبواق. sebagaimana disebutkan
dalam sebuah syair:
فَإِنْ يَكُ بَعْضُ النَّاسِ سَيْفًا
لِدْولَةٍ # فَفِي النَّاسِ بُوقَاتٌ لَهَا وَطََبُوْلٌ
"Jika sebagian manusia
menjadi pedang negara # maka di antara mereka harus ada terompet dan genderang."
Sebab jama’ nya بوق adalah أبواق bukan بوقات .
Contoh lain :
إنَّ بَنِىَّ لَلِئَامٌ
زَهَدَهْ # مَالِىَ فِىْ صُدُوْرِهِمْ مِنْ مَوْدَدَهْ
Karena secara qiyas adalah di idghomkan menjadi مَوَدَّةٌ
bukannya مَوْدَدَةٌ
3). Al-Gharābah (الغرابة )
Yaitu kalimah yang
tidak jelas maknanya.
Maksudnya adalah lafadz
arab tersebut asing ditelinga, tidak menggunakan bahasa arab yang sering
beredar di kalangan orang arab. Sehingga, ketika lafadz arab yang asing
tersebut diucapkan akan menyebabkan pendengar tidak paham dengan apa yang dimaksudkan.
Seperti lafaz تَكَأكَأ yang
berarti berkumpul dan اِفْرَنْقعَ yang berarti bubar.
Contohnya, perkataan
seorang badui (Arab pedalaman) yang jatuh dari kendaraannya dan
dikerumuni orang banyak ( penduduk Arab kota yang bukan pedalaman), ia berkata
:
مَا لَكُمْ تَكَأْكَأْتُمْ عَلَيَّ
كَتَكَأْكُئِكُمْ عَلَى ذِي جِنَّةٍ افْرَنْقِعُوْا عَنِّيْ
"Kenapa kalian (penduduk Arab
yang bukan pedalaman) berkumpul mengerumuni saya sebagaimana kalian berkumpul
mengerumuni orang gila? Pergilah (bubarlah)!"
Perkataan Arab Badui تَكَأْكَأْتُمْ (berkumpul) itu tidak fashohah, sebab orang yang di omongi (penduduk
Arab yang bukan pedalaman) tidak mudeng dengan ucapan tersebut. Karena
orang arab asli menggunakan bahasa “berkumpul” dengan اجتمع , bukannya تكأكأ , sehingga sangat asing sekali ditelinga
mereka.
Contoh dalam bahasa jawa:
Ketika orang tua zaman
dahulu bertanya kepada anak-anak muda sekarang
“ kowe wes bethak durung?”,
Anak muda zaman sekarang
sangat asing sekali dengan istilah bethak, karena mereka biasanya menggunakan
bahasa masak atau ngliwet.
Padahal memang dalam
bahasa jawa itu ada istilah bethak, tapi sekarang ini sudah sedikit sekali
orang yang menggunakan istilah tersebut, sampai-sampai asing ditelinga kita
(anak muda sekarang).
b. Fashāhah al-Kalām
Fashāhah al-Kalām (فصاحة الكلام) yaitu kalam
yang terhindar dari hal-hal berikut:
1). Tanāfur al-Kalimāt ( تنافر الكلمات )
Yaitu susunan kalimah yang ketika berkumpul mengakibatkan sulit diucapkan karena makhraj-nya yang
berdekatan atau karena penyebutan huruf secara berulang-ulang
dalam
suatu kalam. Seperti disebutkan dalam sebuah syair yang bercerita
tentang letak kuburan Harb ibn Umaiyah:
وَقَبْرُ حَرْبٍ بِمَكَانٍ قَفْرٍ # وَلَيْسَ
قُرْبُ قَبْرِ حَرْبٍ قَبْرُ
"Kuburan Harb (Harb ibn Umaiyah) di tempat yang tandus #
Tidak ada dekat kuburan Harb (Harb ibn Umaiyah) kuburan."
Lafadz قبر aslinya tidak
sulit diucapkan, begitu juga dengan حرب dan
قفر tidaklah terasa berat di lidah. Namun, ketika lafadz-lafadz
tersebut berkumpul barulah terasa berat di lidah.
Hal demikian juga berlaku
pada bait ke dua. Pada
bait kedua dari syair terdapat lafaz-lafaz yang makhrajnya saling berdekatan letaknya sehingga sulit diucapkan. Dan mengulang-ulang tiga huruf yaitu راء , قاف, dan باء dalam satu kalam ( قرب قبر
حرب قبر).
Contoh lain dalam sebuah
syair:
كَرْيمٌ مَتَى
أَمْدَحُهُ أَمْدَحُهُ وَاْلوَرَى # مَعِيْ وَإِذَا مَا لُمْتُهُ لُمْتُهُ وَحْدِيْ
"Kapan saja aku memujinya, orang lain
juga ikut memujinya # Kalau aku mencelanya, aku sendirian yang melakukan itu
sementara orang lain tidak."
Pada bait pertama dan kedua dari syair ini
terdapat lafaz-lafaz yang disebutkan secara berulang-ulang yaitu أَمْدَحُهُ أَمْدَحُهُ dan لُمْتُهُ لُمْتُهُ.
Contoh dalam bahasa jawa:
“ Uler mlungker neng
ngisor pager “
Ketika rangkaian ucapan
tersebut di ucapkan maka akan terasa brundel di lidah.
2). Dha‘fu at-Ta’līf ( ضعف التأ ليف )
Yaitu adanya suatu kalam
(susunan
kata-kata)
yang tidak mengikuti kaidah-kaidah ilmu nahwu yang disepakati oleh jumhur (mayoritas) ulama.
Seperti peletakan dhamir,
maka menurut mayoritas ulama’ penyebutan dhomir harus jatuh setelah marji’nya.
Tapi menurut sebagian Ulama’ (ابن حنى dan الأخفش) tidak apa-apa. Seperti disebutkan
dalam sebuah syair:
جَزَى بَنُوْهُ
أَبَا الغِيْلاَنِ عَنْ كِبَرٍ # وَحُسْنِ فِعْلٍ كَمَا يُجْزَى سِنِمَّارَ
"Anak itu membalas kebaikan Abu al-Gailan di waktu tua # Sebagaimana yang di perlakukan kepada seorang bernama Sinimmar."
Peletakan Dhamīr Hu pada lafaz بَنُوْهُ menurut mayoritas Ulama’ adalah salah karena marji’nya
(أَبَا الغِيْلاَنِ) berada di belakang, tapi oleh
sebagian Ulama’ memperbolehkannya. Nah, inilah yang dinamakan ضعف
التأليف.
Catatan :
·
Apabila
kalam tidak sesuai dengan pendapatnya jumhur Ulama’ maka dinamakan ضعف
التأليف .
·
Apabila kalam tidak sesuai dengan kesepakatannya semua
Ulama’(متفق عليه) maka dinamakan kalam fasid, bukan ضعف
التأليف . seperti جاء
زَيْدٍ (fa’il
dibaca jer), ini merupakan kalam fasid karena tidak ada satu pun Ulama’ yang
berpendapat bahwa fa’il dibaca jer.
Contoh lain, penggunaan
dhamīr muttashil setelah huruf إلا .
Seperti: . ما رأيت إلا ك Penggunaan
tersebut salah karena tidak mengikuti kaidah baku dalam ilmu nahwu. Kalimatnya
yang benar adalah: ما رأيت إلا أنت (Aku tidak melihat seorang pun
kecuali engkau). Sebab dhomir muttashil itu tidak boleh dibuat permulaan
kalam dan jatuh setelah إلا. Tapi masih ada sebagian Ulama’ yang memperbolehkannya, inilah
yang dinamakan ضعف التأليف .
3). At-Ta‘qīd
Ta’qid adalah Kalam
yang tidak jelas apa maksudnya dan sulit untuk di fahami.
Adapun pembagian ta’qid
itu ada dua macam:
a). Ta’qid al-Lafzhī ( التعقيداللفظي )
Yaitu kalam yang samar penunjukan maknanya
(sulit di pahami), sebab
adanya pendahuluan lafadz yang semestinya di akhirkan atau sebaliknya, atau sebab
dipisah dan lain-lain (tidak disusun
berdasarkan rangkaian makna yang semestinya).
Contok peletakan
lafadz yang semestinya di depan tapi di sini di akhirkan sehingga kalam
tersebut sulit di fahami. seperti :
جَفَخَتْ وَهُمْ
لاَ يَجْفَخُوْنَ بهَا بِهِمْ # شِيَمٌ عَلىَ الْحَسَبِ الأَغَرِّ دَلائِلُ
Susunan kalimat ini salah karena tidak disusun
berdasarkan rangkaian makna yang sesuai, sehingga kalam
tersebut sulit untuk di cerna apa yang dimaksud. Adapun Susunan yang benar
adalah:
جفخت بهم شيم
دلائل على الحسب الأغر وهم لا يجفخون بها
Contoh
lain:
مَا قَرَأَ إِلاَّ
وَاحِدًا مُحَمَّدٌ مَعَ كِتَابًا أَخِيْهِ
Susunan kalimat ini salah karena tidak disusun
berdasarkan rangkaian makna yang sesuai. Susunan yang benar adalah:
مَا قَرَأَ مُحَمَّدٌ مَعَ أَخِيْهِ إِلاَّ
كِتَابًا وَاحِدًا
“Muhammad
tidak membaca bersama saudaranya kecuali 1 buku saja.”
b).
At-Ta‘qīd al-Ma‘nawī
( التعقيد المعنوي )
Yaitu penggunaan kata
majaz atau kinayah yang tidak tepat. (tidak seperti biasanya). Ini biasanya
terjadi pada susunan kata yang mempunyai uslūb al-majāz dan al-kināyah.
Contohnya:
نَشَرَ المَلِكُ أَلْسِنَتَهُ فى المدينة
Raja itu menyebar
(mengerahkan) lidah-lidahnya.
Maksudnya adalah mengerahkan telik sandi, kemudian di
buatkan majaz “lidah-lidah” tapi majaznya tidak tepat. Karena biasanya telik
sandi majaznya adalah mata-mata, bukan lidah-lidah. Majaz yang benar adalah:
نَشَرَ المَلِكُ عُيُوْنَهُ (جَوَاسِيْسِهِ)
"Raja
itu mengerahkan mata-matanya."
Contoh lain dalam sebuah syair disebutkan:
سَأَطْلُبُ
بُعْدَ الدَّاِر عَنْكُمْ لِتقْرُبُوْا
# وَتَسْكُبُ عَيْنَايَ الدُّمُوْعُ
لِتَجْمُدَا
"Aku akan mencari tempat (rumah) yang
jauh dari kalian agar kalian dekat di hati # Dan air kedua mataku berlinang
karena akan berpisah."
Kata تجمد yang artinya membeku dalam
syi’ir tersebut digunakan untuk mengungkapkan perasaan bahagia dan gembira
ketika berada dekat dengan sang kekasih. Padahal biasanya kata تجمد aslinya
adalah kināyah untuk orang yang sedang sedih karena berpisah dengan
kekasih.
c.
Fashāhah al-Mutakallim (
Pembicara )
Fashāhah al-Mutakallim ( فصاحة المتكلم ), yaitu malākah (kecakapan/karakter)
seseorang yang mampu mengungkapkan maksud dan tujuannya dengan kalam fashīh dalam semua situasi
dan kondisi, serta mampu diungkapkan dengan kata-kata
yang sesuai.
Setelah kalimah itu sudah fashih, kemudian kalimah2
tersebut disusun menjadi kalam yang fashih, barulah bisa mengungkapkan kalam
fashih yang sesuai dengan tuntutan keadaan (مقتضى الحال) . inilah yang dinamakan بلاغة الكلام
Sedangkan orang yang mampu mengungkapkan kalam fashih
yang sesuai dengan tuntutan keadaan (مقتضى الحال) dinamakan بلاغة المتكلم
Adapun yang dimaksud مقتضى الحال adalah
الحال keadaan
yang mendorong mutakallim untuk mengungkapkan ibaroh dengan bentuk tertentu.
مقتضى tuntutan dalam penyampaian perkataan yang
sesuai dengan kedaaan tertentu
Contoh:
Keadaan lagi merayu, menuntut seseorang untuk
memperpanjang dan memperindah kata-kata.
Merayu adalah الحال
memperpanjang dan memperindah kata-kata adalah مقتضى
keadaan lagi terburu-buru, menuntut seseorang untuk
memperpendek perkataan.
Seperti orang yang teriak “maling.....maling....”
Tidak mungkin orang tersebut memanjangkan perkataan dan
berteriak “ hey orang-orang kampung desa sini rt 5 rw 6, ini ada maling yang
lagi lewat di kampung ini”
terburu-buru adalah الحال
memperpendek perkataan adalah
مقتضى
Adapun tanāfur
bisa diketahui dengan penggunaan adz-dzauq al-lughawī(perasa), mukhālafah
al-Qiyās dengan memahami ilmu Sharf, dha‘fu at-ta’līf dan at-ta‘qīd
al-lafzhī dengan menguasai ilmu Nahwu, al-gharābah dengan banyak
mengamati ungkapan-ungkapan Arab, at-ta‘qīd al-ma‘nawī dengan ilmu al-Bayān,
muqtadhā al-hāl dengan ilmu al-Ma‘ānī.
terima kasih Kang, masih pusing ternyata, mohon izin dicopas
BalasHapusminta izin copy paste ya saudara
BalasHapusIZIN KOPY PASTE MAKASIH
BalasHapusشكرا
BalasHapusTlg jelaskan bedanya balagoh dan fasohah ( baaligh dan fasiih ).
BalasHapusKloKlo fashahah belum tentu termasuk balaghah, tp balaghah didalamnya fashahah..kira2 begitu...
HapusKenapa bisa begitu ya? tau alasannya gk mba?
HapusMantoel.....
BalasHapusReferensinya kitab apa kang?
BalasHapuskayaknya jauharul maknun
HapusIjin copy paste 🙏
BalasHapusion titanium hair color for women in my hair, and my own
BalasHapusWhat titanium knee replacement I titanium engagement rings learned from our experience with ion titanium hair color is that race tech titanium it has no titanium gr 2 special purpose, titanium ion color no inherent